Oleh :
T.M. Jamil TA, Dr, Drs, M.Si
Pengamat Kebijakan Publik, USK, Banda Aceh
KETIKA Anda atau siapapun yang mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR), tahun ini siap-siap tidak banyak bisa menikmati gaji ke-13 yang berkaitan dengan perayaan Idul Fitri tersebut, karena kenaikan harga barang dan jasa belakangan ini mendorong inflasi relatif lebih tinggi dibandingkan waktu-waktu sebelumnya.
Bagaikan spon kering, kenaikan harga barang dan jasa selama puasa dan menjelang Idul Fitri akan menyerap likuiditas di mana saja yang terlihat melimpah. Begitu pemerintah mengumumkan pemberian dan pencairan gaji ke-13 sebagai sinyal akan banyak uang beredar, seperti dikomando semua harga bergerak naik secara berjamaah.
Harapan untuk bisa menikmati bonus pendapatan secara utuh harus dibuang dalam-dalam, karena semakin sedikit yang bisa dibeli di tengah kenaikan harga yang terus terjadi. Inflasi akan selalu memangkas kemampuan daya beli.
Sinyal kenaikan inflasi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik baru-baru ini. Penyebabnya adalah gejolak harga di tingkat global serta meningkatnya permintaan selama bulan puasa dan menjelang Idul Fitri.
Kondisi global saat ini kurang menguntungkan bagi banyak warga masyarakat. Perang Rusia Vs Ukraina telah memperburuk kelangkaan pangan dan energi di tengah dan menjelang berakhirnya Covid19. Keadaan ini menimbulkan kenaikan harga energi di tingkat global. Harga minyak mentah dan gas alam melejit naik, menyusul komoditas pangan, seperti gandum, kedelai, telur dan daging sapi.
Pergerakan harga produsen di luar negeri tersebut bisa merambat ke Indonesia melalui berbagai transmisi antara lain lewat perdagangan internasional. Kenaikan harga energi dan pangan ini sudah meningkatkan inflasi di banyak negara dan kondisinya cukup mengkhawatirkan, termasuk di negara mitra dagang utama Indonesia.
Beberapa negara yang menjadi mitra dagang utama Indonesia seperti China, inflasinya sudah mencapai 0,9 persen pada awal Maret 2022 yang lalu. Mitra lain seperti Jepang juga mencatatkan inflasi 0,9 persen, Amerika Serikat 7,9 persen, Uni Eropa 7,5 persen, Singapura 4,3 persen, dan Thailand 5,7 persen.
Inflasi di mitra dagang tersebut akan merambat ke Indonesia. Jika harga produsen mitra dagang Indonesia terjadi kenaikan harga, bisa dipastikan akan berdampak ke sektor riil yang ada di Tanah Air, karena kebutuhan bahan baku diimpor dari negara mitra dagang.
Tekanan inflasi global, ditambah perkiraan naiknya permintaan selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri akan mempengaruhi inflasi pada beberapa bulan ke depan. Semua tergantung bagaimana pemerintah merespon pergerakan harga saat ini serta yang terjadi akibat geo-politik yang sedang bergejolak.
Rasa skeptis menyesakkan dada bahwa pemerintah dapat mengendalikan kenaikan harga barang. Berkaca pada drama harga minyak goreng beberapa waktu yang lalu. Satu komoditas ini saja pemerintah tidak bisa mengendalikan harganya, padahal punya semua instrumen yang dibutuhkan untuk mengaturnya.
Dengan mengefektifkan instrumen kebijakan yang ada, tidak perlu ada drama harga minyak goreng hilang di pasaran yang membuat rakyat harus mengantri dalam letih, lelah, dan berdesak-desakan.
Drama minyak goreng bak orang di atas sungai yang tidak bisa mandi. Di bawahnya mengalir air, tetapi dia kesulitan untuk memanfaatkannya. Dari perut bumi Ibu Pertiwi minyak goreng dihasilkan, tetapi rakyat tidak menikmatinya. Sungguh menyedihkan.
Pemerintah mencoba mengotak-atik kebijakan, minyak goreng tetap saja langka dan hargapun masih relatif mahal. Takluk pada kekuatan oligarki, harga minyak goreng akhirnya dilepas ke pasar. Pemerintah memilih untuk memberikan bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng. Lagi-lagi pemerintah harus mengeluarkan kocek lebih dalam.
Padahal kalau pemerintah efektif dan tegas dalam menjalankan kebijakan akan menghemat banyak anggaran. Tidak perlu mengeluarkan dana untuk BLT minyak goreng. Apalagi di tengah cekaknya keuangan negara.
Pemerintah tidak bisa terus-menerus mencitrakan dirinya punya uang dengan memberikan bantuan tunai seperti ini, karena ujung-ujungnya bisa berutang, menambah beban keuangan negara. Belum lagi kasus korupsi yang maha dahsyat.
Di luar minyak goreng, ada komoditas lain seperti daging sapi yang tidak mau turun harganya. Bahkan pedagang memperkirakan harga daging sapi bisa mencapai Rp200.000 per kg. Semoga saja ini tidak terjadi agar rakyat dapat menikmati gurihnya semur daging saat Idul Fitri.
Tekanan inflasi masih datang dari mitra dagang Indonesia di luar negeri. Belum jelas kebijakan apa yang akan ditempuh pemerintah untuk menyiasatinya.
Apakah akan menghapus bea masuk impor agar produsen bisa menekan harga jual kepada rakyat atau kebijakan lain yang intinya dapat membuat harga tidak naik. Oleh karena itu, THR datang tak berarti apa-apa, ketika harga barang melonjak naik …
Masyarakat berharap pemerintah dapat mengendalikan inflasi agar dapat menjalankan berpuasa dengan tenang, tidak menambah beban sekalipun puasa itu mengajarkan orang untuk sabar dan kuat dalam menghadapi kesulitan hidup. Semoga saja pemerintah cerdas dan bijak dalam merespon kondisi ini.
Aceh, 7 April 2023