Tak tinggal diam, tim asesmen dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh yang diketuai oleh Devna Staf PIHM yang turut didampingi oleh Bobby, Jabfung.
Setiba dilokasi pada Kamis 20 Maret 2025. Penggerak Swadaya Masyarakat dan Erwinsyah staf PPID disambut pemandangan yang menyentuh hati dimana serombongan warga berjalan kaki dengan tekad tak tergoyahkan sambil menggendong dan sebagian memikul karung hasil panen kopi.
Keadaan semakin memilukan ketika diketahui bahwa sepeda motor yang menjadi andalan mereka pun patah di tengah perjalanan. Meski begitu, semangat para petani tetap menyala disaat harga kopi yang saat ini mencapai Rp 60.000 per kilogram memberikan secercah harapan, meskipun nilai kopi baru optimal setelah diolah menjadi beras atau green bean. Kamis 20 Maret 2025.
Sebelum tim asesmen dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, diterima Teuku Faisal, S. Sos. Kepala Bidang Transmigrasi Kabupaten Pidie, akibat masih semrawut nya kondisi infrastruktur sehingga tim asesmen terpaksa untuk tidak menjelajahi seluruh pemukiman transmigrasi karena keterbatasan kemampuan armada.
Dibalik keterbatasan, muncullah wacana heroik untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Para tokoh masyarakat dan pelaku usaha lokal mulai merancang sistem pemasaran kolektif berupa koperasi.
“Konsep ini lahir dari kebutuhan mendesak para petani yang sering kali kekurangan modal kerja pada saat panen raya, sehingga mereka berharap dapat menjual kopi dalam kondisi buah cherry atau buah segar dengan harga yang lebih menguntungkan”, jelas Devna.
Salah satu figur inspiratif yang mengemuka adalah Edi Azhari, pengusaha lokal sekaligus pelaku usaha kopi dengan merek H2E di Gampong Blang Dhod Tangse mengaku pihaknya belum bisa mendapatkan bahan baku secara teratur untuk memenuhi kebutuhan pasar.
“Kami masih mengalami kekurangan bahan baku karena tata laksana pemasaran yang tidak terorganisir dengan baik. Kami harus mendapatkan sistem pemasaran yang lebih baik, agar kopi terbaik kami bisa dihargai setimpal, dan para petani mendapatkan modal kerja yang cukup pada saat panen raya.” ucap Edi.
Dalam kesempatan yang sama, Geuchik Lah, sangat mengapresiasi pembentukan koperasi sebagai sistem pemasaran bersama yang merupakan solusi strategis untuk pemasaran hasil panen.
“Dengan koperasi, para petani dapat mengumpulkan hasil panen dan menjualnya secara kolektif dengan harga yang adil, serta memperoleh dukungan modal untuk memproses kopi menjadi produk bernilai tinggi”, ucap Geuchik Lah.
Geuchik Lah juga menambahkan, dengan pembentukan Koperasi diharapkan tidak hanya menyelesaikan masalah kekurangan bahan baku, tetapi juga membuka akses pasar yang lebih luas.
Di balik segala rintangan, semangat kebersamaan dan perjuangan para petani UPT Paya Guci diketinggian 600-1200 Mdpl tetap menyala. Diharapkan dengan dukungan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA), pembangunan infrastruktur yang layak dan sistem pemasaran koperasi dapat mengangkat ekonomi lokal ke level yang lebih tinggi.
Transformasi ini akan membawa kawasan transmigrasi menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang modern, sekaligus destinasi wisata yang menawan.
Panggilan untuk bersinergi semakin menggema. Pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan harus bersama-sama mewujudkan impian UPT Paya Guci sebuah kawasan transmigrasi yang tidak hanya unggul dalam sektor perkebunan dan pertanian, tetapi juga menjadi lambang inovasi ekonomi kolektif dan semangat heroik yang tak pernah padam.
Dengan kondisi alam yang mendukung, potensi pengembangan penangkaran lebah madu pun Geuchik Lah sambut dengan semangat dan akan menjadi peluang dimasa depan, harap Bobby.
“Dengan segala keterbatasan dan tantangannya, namun tekad dan kebersamaan UPT Paya Guci mampu mengubah keadaan”, ucap Boby.
Menurut nya, semangat Geuchik Lah dan rekan-rekannya menjadi inspirasi bagi masa depan yang lebih cerah dan adil bagi seluruh komunitas. Saatnya bersatu, membangun, dan melangkah maju demi kejayaan bersama. [**]