JAKARTA – Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Andi Pangerang mengatakan posisi hilal awal Syawal 1443 H di Indonesia pada 1 Mei perang dinilai cukup kritis mengingat ketinggian hilal sudah memenuhi kriteria MABIS (Menteri – Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura) yang baru, lebih besar dari 3°, yakni antara 3,75°- 5,55°, “akan tetapi elongasi atau sudut pisah antara Bulan-Matahari belum memenuhi kriteria MABIMS Baru, lebih besar dari 6,4°, yakni antara 4,88°-6,35°,” papar Andi Pangerang, Sabtu, (30/ 04/2022)
Nilai-nilai ini dihitung saat Matahari terbenam seluruhnya di bawah ufuk, yang ditandai oleh piringan atas Matahari tepat akan meninggalkan ufuk. Meskipun demikian, ada provinsi tertentu di Indonesia yang justru memenuhi kriteria MABIMS Baru setelah Matahari terbenam.
Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang elongasi hilalnya dapat mencapai 6,4° saat ketinggian hilal masih lebih besar dari 3°.
Dari 23 ibukota kabupaten/kota di Aceh, hanya empat kota yang dapat menyaksikan hilal dengan ketinggian lebih dari 3° dan elongasi lebih dari 6,4°, yakni Sabang, Banda Aceh, Jantho (Aceh Besar) dan Calang/Krueng Sabee (Aceh Jaya).
Sementara 19 kota lainnya tidak pernah mencapai elongasi 6,4° ketika ketinggian lebih 3°. Bahkan ada dua kota yang mencapai elongasi 6,4° menjelang terbenamnya hilal, yakni Singkil dan Subulussalam.
Data ini menunjukkan bahwa sebenarnya posisi hilal yang memenuhi kriteria MABIMS dapat disaksikan di ujung barat laut Indonesia, yakni di Aceh.
“Kita berharap semoga kondisi cuaca di lokasi pengamatan tidak tertutup awan tebal sehingga hilal dapat terlihat dan kita dapat sama-sama merayakan Idul Fitri di hari Senin, 2 Mei 2022 mendatang,” ujar Andi.
Sumber : Tempo | Photo : Tempo | Editor : Endang