oleh M Rizal Fadillah*
OPINI – Talak adalah cerai atau putusnya perkawinan. Talak tiga berakibat hukum tidak dapat rujuk kembali. Urusan selesai. Rumah tangga rontok dalam perpisahan yang pahit. Tentu melalui proses pemeriksaan pengadilan. Talak tiga Jokowi adalah perpisahan abadi dari ruang Istana. Jokowi dan Istana berada di tempat yang berbeda. Masyarakat atau rakyat melambaikan tangan. Selamat jalan, selamat berpisah, pak Jokowi. Ada yang menangis ada juga yang bahagia. Bahagia karena bangsa terbebas dari kerusakan dan kekacauan.
Entah itu terjadi tahun 2024 atau 2023 hanya Allah yang tahu. Pak Jokowi tentu menginginkannya tahun 2029 atau sekurang-kurangnya 2027 tetapi tampaknya fenomenanya berada di luar hukum kausalitas. Sulit mencari sebab akibat yang dapat diterima secara rasional dan konstitusional. Jadi 2024 atau 2023 saja. Keharmonisan rumah tangga sudah berat untuk dipertahankan.
Menuju perpisahan sepertinya Pak Jokowi agak kalut dan kulit mengkerut. Rambut untung masih hitam. Ia ingin mewariskan kekuatannya kepada putera menantunya, tapi itu terlalu jauh. Cobalah kepada Menteri yang sangat setia padanya, itu bukan jaminan. Pilihan lain adalah Rambo. Rambut bodas. Itupun ternyata banyak kelemahan dan kritiknya.
Nekad sedikit jadi Wapres saja, yang penting selamat. Namun jalan demikian juga masih sempit. Jadinya pusing tujuh keliling. Bergerak menuju 2024 atau 2023 yang penuh ketegangan. Relawan dikumpulkan, partai mulai meninggalkan. Pengaruh Jokowi secara bertahap memudar.
Baca Juga : To Kill or To Be Killed or Buldozer
Di sisi lain “musuh” yang ditakuti terus bergerak kesana-sini. Dukungan terus berlipat. Akhirnya kulit makin berkerut, wajah kecut dan hati semakin kalut. Mulai dihambat kegiatan. Izin penggunaan tempat acara silaturahmi dicabut di berbagai daerah seperti Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh juga di Tasik dan Ciamis.
Aspirasi rakyat termasuk mahasiswa yang mendesak agar Pak Jokowi segera mundur dari jabatan adalah “surat gugatan cerai” yang sudah teregistrasi di Pengadilan. Menunggu jadwal persidangan. Bukti-bukti baik tertulis maupun saksi-saksi disiapkan. Aspek kekerasan sebagai kepala rumah tangga tentu masuk juga dalam pembuktian. Kekerasan di halaman, di jalan tol, maupun di stadion.
“salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain”
Sulit Pak Jokowi mempertahankan argumen harmoni rumah tangga. Faktanya terjadi perselisihan terus menerus. Pasal 39 ayat (2) UU No 1 tahun 1974 Jo Pasal 19 PP No 9 tahun 1975 Jo Pasal 116 KHI “antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga”.
Dua periode sudah cukup untuk hidup bersama dengan Pak Jokowi, tidak perlu ada fikiran memanjang dalam segala bentuknya. Masih banyak tokoh yang mampu menggantikan. Toh prestasi dalam menyejahterakan keluarga juga jeblok. Anak istri hidup susah. Ia bukan bapak yang baik dan bertanggung jawab.
Talak tiga Jokowi hanya tinggal menunggu waktu. Moga pasca perceraian tidak berimplikasi buruk, artinya semua menjadi baik. Persoalan harta atau gono-gini tidak menjadi persoalan baru. Ada KKN disana. Karena lanjutannya ternyata bukan hanya sengketa perdata tetapi juga pidana.
Kita lihat saja ke depan. Hukum kekuatan memang unik dan mengejutkan.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan, Bandung, 2 Desember 2022.