Sejarah – Cut Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja’ Dhien Nyak Dhien) dilahirkan di Lamteh, Pekan Bada, Aceh Besar pada tahun 1848. Beliau berasal dari keluarga bangsawan yang taat beragama. Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia merupakan seorang uleebalang (Bangsawan), yang juga merupakan keturunan Datuk Makhudum Sati.
Datuk Makhudum Sati merupakan keturunan dari Laksamana Muda Nanta yang merupakan perwakilan Kesultanan Aceh pada zaman pemerintahan Sultan Iskandar Muda di Pariaman, Minangkabau yang merupakan termasuk wilayah kesultanan Aceh pada abad ke 18 ketika kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Jamalul Badrul Muni.
Sedangkan ibunya Cut Nyak Dhien menurut sumber Wikipedia merupakan Putri Uleebalang Lampageu. ”Dalam hal ini Tim Literasi.id belum menemukan kepastian Sejarah tentang nama Ibunda Cut Nyak Dhien, karena kata “Putri Uleebalang Lampageu” memiliki 2 tafsir. Tafsiran Pertama Nama Ibunda Cut Nyak Dihien, sedangkan Tafsir yang kedua “Anak Putri dari Ulee Balang Lampageu” yang belum diketahui namanya”, hal ini lumrah terjadi pada saat itu dikarenakan nasab perwalian merujuk kepada orang tua lelaki.
Pada masa kecilnya, Cut Nyak Dhien dikenal sebagai seorang gadis yang cantik. Dalam kesehariannya selain belajar agama dan juga mendapatkan pendidikan berumah tangga, Kemudian Pada tahun 1863 Cut Nyak Dien sudah berusia 12 tahun dan Menikah dengan Teuku Chik Ibrahim Lamnga. Dalam pernikahan ini “Media Literasi.id”.
Menjelang usia pernikahan nya ke 15 tahun Teuku Chik Ibrahim Lamnga gugur dalam sebuah pertempuran melawan Penjajahan Belanda di Gle Tarum pada tanggal 29 Juni 1878, kemudian Cut Nyak Dhien melanjutkan perjuangan tanpa seorang suami dua tahun.
Cut Nyakdhien Pernah menolak pinangan Teuku Umar, beliau mengira Teuku Umar tidak akan memperbolehkan ikut serta kemedan perang, namun calon suami mengizinkannya, sehingga Pada tahun 1880 Cut Nyak Dhien menikah yang keduakalinya, dalam pernikahan dengan Teuku Umar ini dikaruniai seorang putri yang diberi nama Cut Gambang.
Cut Nyak Dhien bergerilya selama 19 bersama Teuku Umar, namun pada tgl 11 Februari 1999 Teuku Umar gugur dalam sebuah peperangan di Meulaboh.
Cut Nyak Dhien harus berjuang tanpa suami di pedalaman Meulaboh bersama pasukan kecilnya. Usia Cut Nyak Dien yang saat itu sudah relatif tua serta kondisi tubuh yang digrogoti berbagai penyakit seperti encok dan rabun membuat salah satu panglima kepercayaannya “Pang Laot” melaporkan keberadaannya karena iba.
Cut Nyak Dhien akhirnya ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Di sana ia dirawat dan penyakitnya mulai sembuh. Keberadaan Cut Nyak Dhien yang dianggap masih memberikan pengaruh kuat terhadap perlawanan rakyat Aceh serta hubungannya dengan pejuang Aceh yang belum tertangkap membuatnya kemudian diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat. Cut Nyak Dhien meninggal pada tanggal 6 November 1908 dan dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang.
Sumber : Berbagai Referensi Terpercaya | Photo : Wikipedia | Perangkum : (Ek).