Penulis : Cut Farah [Ketua Erempuan Merdeka]
MEDIALITERASI.ID | OPINI – Sehubungan dengan rencana penempatan tambahan 4 batalyon TNI ke wilayah Aceh, Perempuan Merdeka menyatakan penolakan tegas terhadap kebijakan tersebut, dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Pelanggaran terhadap MoU Helsinki
MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) merupakan dasar utama penyelesaian damai konflik Aceh. Dalam MoU tersebut, khususnya pada butir 4.7 hingga 4.11, telah disepakati bahwa:
Jumlah personel TNI yang diperkenankan di Aceh hanya sebesar 14.700 personel organik untuk mempertahankan pertahanan eksternal.
Seluruh pasukan non-organik wajib ditarik dari Aceh dan tidak diperbolehkan adanya tambahan militer non-organik secara permanen.
Penempatan 4 batalyon tambahan jelas merupakan pelanggaran terhadap kesepakatan ini dan dapat mengganggu tatanan perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah.
2. Ancaman terhadap Perdamaian dan Stabilitas Aceh
Kehadiran pasukan tambahan dalam jumlah besar di Aceh dapat menimbulkan keresahan, ketidakpercayaan, serta trauma baru di tengah masyarakat Aceh, yang sejatinya telah hidup damai selama hampir dua dekade. Situasi ini berpotensi menciptakan ketegangan baru yang mengancam stabilitas politik, sosial, dan keamanan di wilayah Aceh.
3. Mengkhianati Semangat Perdamaian
MoU Helsinki bukan hanya dokumen administratif, melainkan ikatan moral dan politik antara rakyat Aceh dan Pemerintah Republik Indonesia. Mengingkari butir-butir MoU sama artinya dengan mengkhianati semangat rekonsiliasi, keadilan, dan kepercayaan yang menjadi fondasi utama perdamaian.
Untuk itu, Perempuan Merdeka
Menuntut:
1.Pemerintah Indonesia untuk patuh terhadap Kesepakatan Internasional
2.mendesak Pemerintah Republik Indonesia agar Segera membatalkan rencana penempatan tambahan pasukan ke Aceh.
3 Mematuhi seluruh isi MoU Helsinki sebagaimana disaksikan oleh komunitas internasional melalui CMI (Crisis Management Initiative).
4. Mengutamakan pendekatan sipil, dialog, dan pembangunan kesejahteraan dalam menangani dinamika di Aceh, bukan pendekatan militeristik.
5.Meminta Gubernur Aceh untuk secara terbuka dan resmi menyatakan penolakan terhadap rencana penempatan pasukan tambahan tersebut, demi menjaga kehormatan dan kedaulatan hasil perdamaian MoU Helsinki.
6. Mengingatkan Gubernur Aceh bahwa sejarah dan masa depan Aceh menuntut keberanian anda untuk berpihak pada perdamaian dan keadilan!
Yang dibutuhkan Aceh adalah pendidikan yang layak, lapangan kerja yang memadai, kesehatan gratis, bukan batalyon dan tentara.
Demikian pernyataan ini kami sampaikan sebagai wujud komitmen terhadap perdamaian, keadilan, dan penghormatan terhadap kesepakatan yang telah mengakhiri masa-masa kelam di Aceh.
Hidup Damai, Hormati MoU Helsinki!
Salam Pembebasan