MEDIALITERASI.ID | EKBIS – Penasaran terhadap suatu barang dengan karakter tertentu atau “blind box” atau dapat di istilahkan “candu” mengoleksi barang tertentu menjadi fenomena baru akhir – akhir ini di Indonesia yang sedang di gandrungi oleh pembeli terutama di kalangan generasi muda. Konsep pembelian barang yang isinya belum diketahui ini membuat pembeli penasaran dan ingin mencoba lagi jika belum mendapatkan karakter yang diinginkan. Contohnya, karakter Labubu sempat viral di Indonesia dan membuat para penggemar rela membeli berkali-kali demi mendapatkan edisi spesialnya, bahkan tidak sedikit pula yang mengoleksikannya hingga beragam jenis karakter.
Daya tarik blind box yang sulit ditolak ini perlahan membuat orang kecanduan untuk terus membeli untuk mendapatkan karakter yang belum dikoleksi. Penggemar sering kali merasa harus mengumpulkan semua varian karakter meskipun risiko tidak mendapatkan yang diinginkan sangat tinggi. Akibatnya, pengeluaran pun membengkak tanpa disadari, hanya demi mencari kebahagiaan sesaat yang belum pasti. Jika tidak dikendalikan, kebiasaan ini bisa mengganggu keuangan dan menimbulkan stres. Mengumpulkan karakter secara random dalam blind box memang menyenangkan, namun kebahagiaan yang didapat sering kali hanya sementara. Padahal, dampaknya justru bisa mengganggu finansial pribadi jika terus dilakukan. Karena itu, penting untuk mengenali sisi negatif dari fenomena blind box agar terhindar dari kebiasaan boros.
Fenomena blind box sering kali memunculkan perasaan untuk terus membeli demi mendapatkan karakter impian. Rasa penasaran yang tinggi memicu efek kecanduan, terutama saat pembeli merasa kurang beruntung dan ingin membeli lagi. Ketika sudah mendapat satu karakter, justru hasrat untuk melengkapi koleksi justru semakin kuat, sering kali tanpa disadari, orang bisa menghabiskan banyak uang hanya demi menambah koleksi tanpa batas yang jelas. Ketika konsumen terlalu sering terjebak dalam pembelian blind box, rasa puas hanya sementara. Ketidakpastian isi box membuat orang semakin terdorong untuk membeli lebih banyak, terutama saat mereka tidak terlalu menginginkan karakter yang didapat. Kecanduan ini juga menimbulkan stres dan kekecewaan saat hasil yang diinginkan tak tercapai. Jika dibiarkan, kebiasaan ini bisa merusak kontrol diri dan memicu masalah keuangan di masa depan.
Kebiasaan membeli blind box yang berulang-ulang dapat menguras keuangan tanpa disadari. Meskipun harga satuan terlihat terjangkau, akumulasi pembelian untuk mendapatkan koleksi lengkap bisa mencapai jumlah besar. Mereka yang berambisi mengoleksi semua karakter, sering kali mengorbankan dana yang semestinya digunakan untuk kebutuhan lain. Kondisi ini dapat menambah beban finansial dan memicu perasaan tidak puas yang membuat pembeli terus mengeluarkan uang. Pengeluaran berlebihan pada blind box ini bisa berdampak jangka panjang pada stabilitas keuangan. Orang cenderung tidak sadar seberapa besar yang telah dikeluarkan, terutama ketika pembelian terjadi dalam rentang waktu singkat. Hal ini dapat mengganggu manajemen keuangan pribadi, sehingga alokasi dana untuk kebutuhan penting menjadi berkurang.
Tidak mendapatkan karakter yang diinginkan dalam blind box sering kali memicu kekecewaan mendalam. Pembeli merasa terus berharap pada suatu hal yang tak pasti, sehingga dapat memicu stres. Keinginan mengoleksi semua karakter menciptakan tekanan tambahan ketika pembeli merasa “gagal” dalam mencapai koleksi impian.
Hal ini menimbulkan kekecewaan berulang yang bisa berdampak pada kesehatan mental. Dalam beberapa kasus, kegagalan mendapatkan item favorit bisa membuat seseorang merasa kurang beruntung atau terobsesi untuk mencoba lagi. Perasaan stres yang berulang ini berpotensi mengganggu keseimbangan emosional, apalagi bila seseorang terus berminat untuk melengkapi koleksi. Menikmati hobi mengoleksi sebaiknya dilakukan dengan bijak agar tidak berdampak negatif pada keuangan dan kesehatan mental.