MEDIALITERASI.ID | ACEH UTARA – Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru saja dinyatakan lulus keluhkan biaya tes kejiwaan di rumah Sakit Umum Cut Mutia Lhokseumawe.
Biaya pengurusan surat kesehatan yang dibarengi dengan tes yang dinilai tinggi itu dikeluhkan oleh sejumlah para pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang baru lulus untuk melengkapi tahapan pengurusan kebutuhan berkas SK.
Syarat administrasi yang dibutuhkan diantaranya, Surat Kesehatan, surat bebas narkoba (Nafza), surat kejiwaan, tes narkoba dan tes kejiwaan. Untuk pembuatan 3 jenis surat tersebut, pihak RS Cut Mutia Lhokseumawe memasang tarif bervariasi sebagai berikut : 1. Surat Keterangan Sehat Rp. 30.000, 2. Surat Keterangan Narkoba Rp. 30.000 dan Surat Keterangan Keterangan Jiwa Rp. 30.000.
Berdasarkan keterangan dari pegawai PPPK yang tidak ingin namanya di catut itu mengaku baru lulus tes dan sedang mempersiapkan berkas-berkas kepengurusan SK, termasuk mengurus surat kesehatan.
Menurutnya hal yang paling memberatkan mereka adalah mahal nya tarif tes Kejiwaan dan tes Narkoba yang ditentukan oleh pihak RS Cut Meutia.
Berdasarkan informasi yang didapat, untuk melakukan tes kejiwaan, 1 pegawai PPPK harus merokok kocek sebesar Rp. 400 ribu dan untuk tes narkobanya, mereka harus merogoh kocek sebesar Rp. 180 ribu.
Dengan demikian jika dikalkulasi, maka besaran biaya yang harus dikeluarkan oleh setiap 1 orang pegawai PPPK untuk mendapatkan 3 Surat Kesehatan tersebut adalah sebesar Rp. 670 ribu.
Angka tersebut tentu sangat fantastis bagi seorang pegawai PPPK yang baru saja dinyatakan lulus mengikuti tes, dimana sebelumnya mereka hanya berstatus tenaga honorer di instansi mereka mengabdi.
“Dari mana kami harus mencari uang sebanyak itu, sementara kami hanyalah tenaga honorer yang belum tentu gaji kami dibayar setiap bulan dan mirisnya, teman-teman didaerah lain merasa terkejut dengan jumlah yang harus kami keluarkan, karena ditempat mereka untuk mengurus Surat Kejiwaan biayanya tidak lebih dari Rp. 200 ribu per orang,” ujar salah seorang pegawai PPPK
yang sudah mendaftarkan dirinya untuk ikut tes kejiwaan di RS Cut Meutia, dengan ketentuan setiap pegawai PPPK yang mau mendaftar tes kejiwaan harus segera menyerahkan uang terlebih dahulu sebesar Rp. 400 ribu, meski tes nya tidak dilakukan hari itu, Rabu, (08/01/2025).
Pegawai PPPK yang takut namanya disebutkan tersebut mengaku bingung, karena pasca ia mengetahui ditempat lain proses mendapatkan surat kejiwaan tersebut tidak semahal dan serumit di RS Cut Meutia, ia mengaku ingin membatalkan tes kejiwaan di RS berplat merah milik Pemkab Aceh Utara tersebut agar bisa mengikuti tes di tempat lain.
“Saya tidak tahu bagaimana cara saya mengajukan pembatalan ikut tes kejiwaan di RS Cut Meutia dan meminta uang saya kembali, supaya saya bisa mendapatkan Surat Kejiwaan tersebut ditempat lain dengan biaya yang lebih murah dan proses yang tidak sesulit di RS Cut Mutia,” ungkap pegawai PPPK tersebut.
Plt Direktur RS Cut Meutia, Zulfitri yang dicoba mintai tanggapannya terkait informasi tersebut, hingga berita ini diturunkan tidak menjawab pesan Whatsapp yang sudah beberapa kali dikirimkan kepadanya, pun demikian meski beberapa kali ditelpon tidak tersambung juga.
Menyikapi hal tersebut, Anggota DPRK Aceh Utara, M Romi atau yang lebih akrab disapa Geuchiek Romi angkat bicara.
“Jika hal tersebut benar seperti itu, artinya biaya yang dipungut oleh pihak RS Cut Meutia kepada pegawai PPPK yang membutuhkan surat-surat tersebut lebih besar dari tempat lain, saya rasa harus ada penjelasan dari pihak rumah sakit kepada publik terkait hal ini, sebagai pelayan masyarakat, sudah seharusnya kita membantu masyarakat dengan cara mempermudah prosesnya dan meringankan beban mereka dalam proses tersebut,” ujar Geuchiek Romi yang merupakan Ketua Komisi II DPRK Aceh Utara tersebut.
Dirut Rumah Sakit, lanjut mantan Geuchiek Simpang Keramat ini, harus mempunyai landasan dalam menetapkan besaran iuran yang dipungut kepada masyarakat dalam hal ini, apakah itu Perbub, SE atau apapun jenis aturan yang dapat dijadikan payung hukum dan acuan sehingga tidak terjadi penyalahgunaan.
“Bayangkan, jika ada 1000 pegawai PPPK baik dari Aceh Utara maupun Kota Lhokseumawe yang mengurus berkas tersebut di RS Cut Meutia, tentu berapa banyak sudah uang yang terkumpul, kita juga harus fahami kondisi para pegawai PPPK yang baru lulus ini, mereka sebelumnya hanya berstatus honorer, tentu perekonomian mereka pasti sangat sulit, jadi alangkah baiknya jika kita permudah, bukan mempersulit,” tambah mantan kombatan GAM diera konflik tersebut lagi.
Lebih lanjut, ayah 1 putra ini meminta kepada semua pihak yang berkenaan dengan proses pelayanan masyarakat terutama dalam hal penanganan kebutuhan berkas pegawai PPPK yang baru lulus ini, agar tidak mengambil kesempatan hanya karena satu penilaian bahwa mereka sedang sangat butuh, lalu menaikkan tarif dengan tanpa ada satu ketentuan.
“Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan orang lain, seyogyanya tugas kita melayani sesuai dengan tupoksi kita, maka layanan masyarakat dengan sebaik-baiknya, jika bisa dipermudah, kenapa kira harus mempersulit,” pungkas Geuchiek Romi. (*)