MEDIALITERASI.ID | JAKARTA – Bank Indonesia (BI) akhirnya menjelaskan asal-usul data terkait simpanan pemerintah daerah (pemda) di perbankan yang sebelumnya dipertanyakan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi (KDM).
BI menegaskan bahwa data tersebut bersumber dari laporan resmi bulanan seluruh kantor bank yang diverifikasi dan dipublikasikan melalui Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) di situs resmi BI.
“Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank berdasarkan posisi akhir bulan,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/10).
Menurut data BI yang dirilis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) per 30 September 2025, total simpanan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di perbankan mencapai Rp233,97 triliun.
Rinciannya terdiri dari:
Giro: Rp178,14 triliun
Deposito: Rp48,40 triliun
Tabungan: Rp7,43 triliun
Lima provinsi dengan nilai simpanan tertinggi tercatat sebagai berikut:
1. DKI Jakarta – Rp14,68 triliun
2. Jawa Timur – Rp6,84 triliun
3. Kalimantan Timur – Rp4,7 triliun
4. Jawa Barat – Rp4,1 triliun
5. Aceh – Rp3,1 triliun
Pernyataan BI tersebut memantik reaksi dari Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang membantah data terkait dana kas daerahnya disebut mengendap Rp4,1 triliun.
Menurut Dedi, kas daerah Jawa Barat hanya sebesar Rp2,6 triliun, dan seluruhnya tersimpan di Bank BJB, bukan di bank lain.
“Uang itu memang kas daerah, bukan simpanan yang ditahan. Kita tidak punya uang di bank lain,” tegas Dedi kepada media.
Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi bantahan Dedi dengan santai. Ia menegaskan bahwa data tersebut bukan berasal dari Kementerian Keuangan, melainkan langsung dari sistem keuangan BI.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Mungkin anak buahnya yang salah kasih info,” ujar Purbaya di kantornya, Selasa (21/10).
Purbaya juga menyebutkan bahwa angka yang dimiliki Kemenkeu selaras dengan data dari Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang sebelumnya memaparkan dana pemda dalam rapat pengendalian inflasi bersama pemerintah pusat.
Perbedaan angka antara pemerintah daerah dan otoritas keuangan pusat ini menyoroti persoalan klasik: sinkronisasi data keuangan publik.
Dalam konteks pengendalian inflasi dan percepatan belanja daerah, data simpanan pemda kerap menjadi bahan evaluasi pemerintah pusat. Namun, perdebatan ini juga membuka ruang penting: sejauh mana data fiskal dikelola secara transparan dan akuntabel di tingkat daerah maupun nasional. (EQ)