EDUKASI – Cerita Praktik Baik (Best Practice) menurut Meniati Telaumbanua, S.Pd guru Bahasa Indonesia SMPS Bunga Mawar Gunungsitoli Selasa 28/11/23 mengatakan Menggunakan Metode STAR (Situasi, Tantangan, Aksi, Refleksi Hasil Dan Dampak) Terkait Pengalaman Mengatasi Permasalahan Siswa dalam Pembelajaran. Dalam Menyusun best practice harus diperhatikan beberapa hal yaitu, situasi, tantangan, aksi, refleksi hasil dan dampak yang terakhir kesimpulan.
A. Situasi
Best Practice (BP) yang penulis buat ini, penting karena mampu menjadi inspirasi dan referensi bagi teman-teman guru di seluruh Indonesia untuk mengatasi permasalahan terkait motivasi belajar peserta didik di sekolah, sebagai bahan referensi bagi peneliti dan sebagai uji publik proses pemecahan permasalahan terkait implementasi pembelajaran inovatif. Selain penulis, beberapa pihak terlibat aktif mulai proses pemecahan masalah sampai selesainya best practice ini. Peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terkait diuraikan sebagai berikut: (1) Penulis berperan dan bertanggung jawab: perancang, pelaksana, pengumpul data, pengolah data, membuat kesimpulan, dan menulis best practice; (2) Dosen (Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd.) dan Guru Pamong (Sri Kemala, S.Pd.) berperan: pembimbing, vasilitator, motivator dan validator; (3) Kepala sekolah (Lusiana Wau, S.Pd.) berperan: vasilitator, motivator, dan sumber data wawancara; (4) teman sejawat berperan: sumber data, observer, dan membantu dalam pengumpulan data.
Salah satu sikap siswa yang diharapkan dapat berkembang melalui pelaksanaan pendidikan adalah kemandirian. Kemandirian belajar seseorang dipahami sebagai penyesuaian lingkungan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ada penekanan pada penyesuaian faktor pribadi, seperti strategi pembelajaran, struktur tujuan, dan kepercayaan diri untuk memenuhi tuntutan tugas. Akan tetapi menurut perubahan pada lingkungan dapat dilakukan untuk mendukung usaha peserta didik dalam menyesuaikan diri terhadap konteks pembelajaran. Misalnya, di kelas, adaptasi lingkungan mungkin termasuk bertanya secara strategis kepada seorang guru, memilih rekan-rekan yang tidak peduli untuk berkolaborasi, memilih model untuk ditiru, dan melakukan kegiatan yang menantang. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk membuat lingkungan
B. Tantangan
Berdasarkan analisis hasil kajian literatur dan wawancara, penyebab dari tujuan pembelajaran yang ingin dicapai yaitu rendahnya hasil belajar Bahasa Indonesia materi, “Langkah-lankah Menyusun Cerpen” kelas IX SMPS Bunga Mawar Gunungsitoli antara lain.
- Kurangnya motivasi belajar materi sastra (cerpen) dari guru kepada peserta didik.
- Kemampuan literasi (membaca/menulis cerpen) guru dan peserta didik masih kurang.
- Pembelajaran masih berpusat pada guru.
- Metode dan model pembelajaran yang diterapkan kurang inovatif.
- Kurangnya pemahaman guru dan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi untuk pembelajaran.
- Kurangnya sarana dan prasarana sekolah untuk menunjang proses pembelajaran berbasis IT. Dari penyebab di atas tantangan yang dihadapi oleh guru adalah:
- Guru harus bisa meningkatkan motivasi belajar peserta didik melalui proses pembelajaran yang menyenangkan.
- Melakukan pembiasaan literasi dalam setiap kegiatan pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.
- Pemilihan metode pembelajaran yang variatif sehingga peserta didik akan tertarik dan antusias dalam kegiatan pembelajaran.
- Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik materi pelajaran dan karakteristik peserta didik.
- Pemilihan media pembelajaran yang tepat dan menarik bagi peserta didik.
Selain adanya tantangan yang didapatkan, tentunya kegiatan ini juga mendapat dukungan dari berbagai bentuk.
- Dukungan penuh dari Kepala Sekolah selaku pimpinan yang memberikan izin, fasilitas hingga berbagai strategi mengenai kegiatan pembelajaran yang saya laksanakan.
- Dukungan penuh dari rekan sejawat berupa masukan-masukan yang membangun, strategi pembelajaran yang bermanfaat hingga bantuan untuk kegiatan praktik.
- Sarana dan prasarana yang sudah dikatakan lengkap dan sangat membantu kelancaran kegiatan pembelajaran.
- Dukungan penuh dari peserta didik yang sangat antusias dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan tantangan tersebut bisa disimpulkan bahwa tantangan yang dihadapi tidak hanya melibatkan guru dan peserta didik. Berikut yang terlibat dalam pembelajaran:
- Guru sebagai perancang RPP dan pelaksana pembelajaran.
- Peserta didik sebagai pelaksana pembelajaran.
- Rekan sejawat sebagai pemberi saran mengenai RPP yang dikerjakan guru dan menjadi asisten sorot.
- Kepala sekolah sebagai pemberi kebijakan.
- Wakil kepala sekolah bidang kurikulum dan sarpras sebagai pemberi izin.
C. Aksi
Berdasarkan tantangan yang saya hadapi dalam pelaksanaan PPI ini maka upaya yang saya lakukan adalah sebagai berikut yang pertama saya mengidentifikasi gejala-gejala yang mengindikasikan akar masalah, kemudian saya mengkaji literatur yang terkait dengan akar permasalahan, melakukan wawancara terhadap: pakar, kepala sekolah dan teman sejawat guru disekolah, serta menganalisis hasil kajian literatur dan hasil wawancara pakar untuk menentukan beberapa alternatif solusi dalam pembuatan perangkat pembelajaran yang inovatif yang relevan dengan masalah yang saya temukan.
Berdasarkan hasil Observasi dan wawancara dengan guru dan teman sejawat yang ada disekolah bahwa rata-rata siswa kelas IX sangat jarang terlibat aktif dalam belajar dan memiliki kemandirian belajar yang rendah sehingga berdampak terhadap hasil belajar. Umumnya siswa cenderung enggan melakukan kegiatan belajar mandiri, disebabkan oleh penggunaan metode pembelajaran diskusi yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran karena pada metode ini materi hanya disampaikan oleh guru sehingga peserta didik hanya berperan sebagai penerima informasi. Seorang guru harus membiasakan peserta didik untuk aktif mencari bahan pembelajarannya sendiri membuat peserta didik terbiasa melakukan kegiatan belajar mandiri.
Salah satu model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dan melakukan kegiatan belajar mandiri dalam kegiatan pembelajaran adalah model problem-based learning. Model PBL adalah proses pembelajaran yang diawali dengan pengajuan masalah oleh guru, sebagai upaya pembiasaan diri berpikir kritis dan bekerja sama untuk mengatasi sebuah persoalan. Selain penggunaan model pembelajaran seorang guru juga perlu memperhatikan penggunaan media yang digunakan dalam pembelajaran. Sebab, peserta didik akan bosan mengikuti pembelajaran jika media yang digunakan tidak menarik.
Media audio visual adalah media penyampaian informasi yang memiliki karakteristik audio (suara) dan visual (gambar) dengan media audio visual diharapkan dapat menyajikan masalah atau materi yang dapat menarik perhatian dan minat peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dalam kelas. Oleh karena itu di pelaksanaan Praktik pembelajaran (PPI) aksi 2 peretemuan 1 dan 2, guru mengambil solusi dalam penyelesaian masalah. Motivasi belajar peserta didik dengan menerapkan model problem-based learning berbantuan media audio visual.
Karena penggunaan model PBL akan lebih efiktif apabila dimulai dengan aktifitas yang dapat membuat suasana menjadi lebih menyenangkan. Aktivitas yang dilakukan, salah satunya adalah memberikan peserta didik pembelajaran melalui media berupa audio visual, yang bertujuan untuk menarik perhatian peserta didik untuk masuk kedalam pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut, dalam penyampaian masalah, diperlukan adanya media yang memegang peranan sangat penting dalam pembelajaran sebagai perantara atau pengantar materi yang disajikan agar mampu dipahami dengan baik oleh siswa.
Dengan diwajibkannya melaksanakan PPI di tempat yang tersedianya akses internet maka Hasil musyawarah bersama Kepala Sekolah (Lusiana Wau, SPd.) bersama dengan Dewan Guru serta petunjuk dari Dosen (Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd.) dan Guru Pamong (Sri Kemala, S.Pd.) untuk pelaksanaan Praktek Pembelajaran Inovatif (PPI) adalah saya harus membuat kelas di tempat yang ada akses internetnya, maka saya memilih sebuah tempat di sekolah saya sendiri yang berjarak ±3 km dari tempat tinggal saya di Kelurahan Ilir Pasar Gunungsitoli, Kecamatan Gunung sitoli, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara.
Jauhnya jarak tempat tinggal saya dengan sekolah pelaksanaan PPI sangat memudahkan untuk mengumpulkan peserta didik, adapun yang menjadi tantangan yaitu kurangnya sumber atau referensi yang digunakan peserta didik, karena kebanyakan peserta didik yang tinggal di asrama sehingga merasa kesulitan mencari bahan/sumber pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus membantu, menyiapkan dan mengatur kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kemudian, mengarahkan peserta didik dan mengatasi tantangan pelaksanaan kegiatan guru dengan mudah seperti, menyiapkan dan membimbing peserta didik dalam kelompok belajar.
D. Refleksi Hasil dan Dampak
Secara umum peserta didik kelas IX SMPS Bunga Mawar Gunungsitoli mengalami peningkatan kemandirian dan hasil belajar dengan menerapkan pembelajaran inovasi yang sudah saya laksanakan. Dilihat dari hasi perhitungan ketuntasan belajar klasikal yaitu 69 %, peserta didik sangat antusias untuk belajar menemukan masalah dan solusi sendiri. Hal ini dapat dibuktikan pada hasil belajar yang meningkat. Peserta didik kelas IX juga menunjukkan sikap positif selama pembelajaran belangsung serta hasil dari wawancara melalui angket kemandirian belajar yang dilakukan oleh guru ke beberapa peserta didik di kelas sebagai sampel ditemukan bahwa peserta didik kelas memiliki respon yang sangat tinggi terhadap pembelajaran dengan model Problem Based Learning terlebih dengan bantuan media audio visual.
E. Kesimpulan
Model Problem Based Learning (PBL) efektif dalam meningkatkan hasil belajar Tematik (Muatan Pelajaran Bahasa Indonesia) peserta didik kelas IX. Berdasarkan peningkatan hasil belajar muatan pelajaran. Bahasa Indonesia, model Problem Based Learning di sekolah diharapkan mampu diterapkan pada muatan pelajaran lainnya.
Reporter : JA | Photo : PPG Daljab 2 Editor : Juni Ahyar