Oleh :T.M. Jamil
Associate Profesor,Pengamat Politik, USK, Banda Aceh.
SAMBIL MERENUNG, saya mencoba untuk berpikir sejenak apa yang bisa untuk dituliskan hari ini, semua itu saya lakukan sebagai bentuk tanggungjawab moral dan pengabdianku untuk bangsa dan negara tercinta ini. Kebetulan beberapa hari yang lalu, saya sempat melewati sebuah jalan protokol di kota tempat tinggal ku, dengan cermat saya mengamati nasib-nasib anak-anak negeri ini, mereka sangat sedih dalam duka.
Entah apa yang sedang mereka rasakan? Masyarakat miskin pun semakin menjamur, padahal kita sudah menjalani masa kemerdekaan di negeri ini hampir 78 tahun. Dana pembangunan dan dana desa tiap tahun meningkat, pemasukan pendapatan negara dari pajak masyarakat semakin menumpuk.
Kemanakah semua itu wahai bangsaku yang mulia? Realitas itulah yang menginspirasi saya untuk mencoba mengingatkan kita kembali tentang apa yang telah terjadi 25 tahun lalu, pada bulan Mei 1998, yang orang-orang menyebutnya, Orde Reformasi Bangsa ini dimulai. Jasa dan peran mahasiswa sebagai anak-anak kita amatlah besar dalam peristiwa itu.
Untuk itu, wahai adik-adikku mahasiswa, tugas dan perjuanganmu belumlah selesai. Isilah reformasi itu dengan indah dan bermartabat. Jangan biarkan para “pecundang dan oknum politisi amatiran” untuk merusak nilai-nilai Reformasi yang bertujuan mulia dan suci dalam membangun bangsa ini. Saudaraku, Marilah kita merenung sejenak! Gembar gembor revolusi mental hanya ucapan di mulut, namun tak pernah ada di alam nyata. Malah yang sering terjadi adalah “mental bangsa yang terpental.”
Sementara itu pada hakikatnya, Reformasi yang digulirkan oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh reformis bertujuan dapat disebutkan sebagai berikut ; Pertama, Melakukan perubahan secara serius dan bertahap untuk menemukan nilai-nilai baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, Menata kembali seluruh struktur kenegaraan, termasuk perundangan dan konstitusi yang menyimpang dari arah perjuangan dan cita-cita seluruh masyarakat bangsa. Ketiga, Melakukan perbaikan di segenap bidang kehidupan baik politik, ekonomi sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
Keempat, Menghapus dan menghilangkan cara-cara hidup dan kebiasaan dalam masyarakat bangsa yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi, seperti KKN, sok hebat dan sok berkuasa, kekuasaan dijalankan dengan sewenang-wenang dan otoriter, arogan, penyimpangan, penyelewengan lain dan lain sebagainya masih merajalela. Sungguh, betapa indah kata-katanya untuk didengar, dan sangat mulia tujuannya dari reformasi itu. Tapi, apa yang sesungguhnya telah terjadi di alam nyata dan dirasakan oleh bangsa saat ini?
Kemudian, sebuah pertanyaan yang sangat menggelitik muncul dalam hatiku, inikah yang disebut dengan era reformasi? Apakah Jika demokrasi yang di dominasi kaum penindas, yang kuat menindas yang lemah, dan yang kaya menindas yang miskin. Gaya premanisme sudah semakin merajalela.
Hukum diperjualbelikan dan mafia pemburu saham bergentayangan. Keadilan hanya mimpi. Bahkan suara rakyat atau Suara Tuhan” pun dihargai dengan rupiah, Sungguh keterlaluan. Peraturan dan hukum setiap saat diganti, tapi hasilnya apa untuk bangsa? Mungkin itu semua, tidak lebih hanya menyusahkan masyarakat dan hanya menguntungkan si pembuat peraturan dan hukum saja. Mari berkaca dengan hati dan iman agar kita lebih cerdas dan santun dalam merespon.
Mari kita Hentikan menjawab permasalahan bangsa dengan menggunakan “teori pembelaan diri” atau “Berbohong” juga sebagai bentuk “teori pencak silat.” Bangsa ini sudah bosan dengan bahasa-bahasa indah, tapi munafik dalam kerja dan aksi. Janganlah ada dusta lagi di antara kita.
Gimana negara ini bisa maju dan bangkit, kalau “preman” jadi anggota terhormat, dan penguasa sibuk mengurus hal-hal yang tidak penting? Kapankah rakyat sebagai pemilik kekuasaan dan pemilik negara ini diurus …???
Inikah yang dinamakan Era reformasi dan Revolusi Mental atau Terpental ? Di mana para anak-anak bangsa turut andil dalam menyejahterakan keluarganya, seakan menjadi tumpuan dan tulang punggung keluarga. Isteri-isteri juga harus mengambil alih peranan sebagai seorang kepala keluarga. Di satu sisi Para karyawan dan abdi negara dituntut kinerjanya yang semakin baik, tetapi insentifnya dipangkas habis, dengan alasan pengabdian dan untuk penghematan uang negara. Sementara pada sisi yang lain, korupsi uang rakyat dan kekayaan negara merajalela. Hhhhmmm…., apanya yang dihemat?. Bangsa kita saat ini, sibuk dengan berbagai macam Rapat Kerja, padahal kerjanya tak pernah serius, bahkan lebih banyak yang misterius. Sekali lagi inikah yang dinamakan reformasi ? Jika kita mengingat dan merefleksi kembali tujuan dari reformasi itu sendiri, kita tak akan habis pikir mengenai keadaan yang ada di lapangan dan kehidupan hari hidup kita hari ini.
Ekonomi, dan kemelaratan seakan menjadi sosok menakutkan dan paksaan sehingga mereka rela melakukan seperti ini semua. Sedih rasanya mata ini melihat kehidupan para generasi muda dan masyarakat kita sekarang. Deraian air mata hati sejatinya telah mengalir menjadi sebuah sungai di pinggiran pipi anak-anak bangsa yang tanpa dosa. Lihat dan renungkan lah wahai bangsaku yang tercinta.
Apakah kita membiarkan kondisi seperti ini terus berlanjut, atau kah kita harus bertindak untuk mewujudkan yang terbaik untuk bangsa ini? Semua itu, jawabannya ada dalam hati kita masing-masing.
Saudaraku, Yang Mulia, Camkanlah untaian kata-kata berikut ini.
Seribu Nafsu Yang Terbungkam, Akankah Terpuaskan, Dengan Seribu Penuntutan … Kita Terlalu Hina, Bermimpi Di Atas Seribu Derita Saudara Kita, Lihat Saja Mulut-Mulut Yang Ternganga … Apa Yang Mereka Inginkan …?
Mudah-mudahan refleksi ini dapat mendidik bangsa Indonesia untuk bisa berbuat lebih baik bagi masyarakat, selagi masih ada kesempatan, sedang berkuasa, masih sehat dan umur masih dipinjamkan Allah swt untuk kita. Ingat, jangan pernah menyesal ketika semuanya itu dicabut Allah dalam kehidupanmu nanti. Barakallahu fiekum Wa ahlikum. Semoga Bermanfaat!
Kota Gemilang, 23 Mei 2023.