LHOKSEUMAWE – Mahasiswa yang tergabung dalam Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) 2 mengikuti bedah film dan buku Cut Nyak Dhien diruang rapat dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Malikussaleh, Minggu (18/09/2022)
merupakan bagian dari salah satu modul nusantara kegiatan ini dilakukan di ruang rapat dekan Fakultas Ekonomi dikemudian mahasiswa diminta untuk menuliskan hikmah yang dapat diambil dari bedah film dan buku tersebut, kegiatan dimaksud didampingi oleh dosen modul nusantara Juni Ahyar, S,Pd., M.Pd dan mentor Rizky Amanda, mahasiswa modul nusantara yang berjumlah 20 orang disuguhkan dengan menonton film Cut Nyak Dhien terlebih dahulu sebelum dibedah, dan sangat antusias mengikuti bedah buku mengenai Cut Nyak Dhien tersebut karena karena semua mahasiswa modul nusantara berasal dari luar Aceh sebut Juni.
“Sebagai perempuan Aceh, Cut Nyak Dhien pantang meneteskan air mata untuk orang yang telah syahid di medan perang. Bangkitlah agar arwah ayahmu tenang. Perjuangan kita masih panjang. Wajib bagi kita meneruskan semua ini,” tutur Cut Nyak Dhien.
Nama Cut Nyak Dhien tentu tak asing di telinga masyarakat Indonesia. Ia merupakan salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjuang menumpas kolonialisme Belanda di Aceh pada abad ke -19. Sebagai tokoh penting dalam sejarah Tanah Air, sosok Srikandi dari Serambi Mekkah itu kerap diabadikan dalam berbagai media. Salah satunya, film berjudul Tjoet Njak Dhien yang dirilis perdana pada 1988.
Film Tjoet Njak Dhien merupakan film epos perjuangan Cut Nyak Dhien dalam mengambil-alih kepemimpinan suaminya, Teuku Umar, yang tewas dalam penyergapan pada masa Perang Aceh melawan Belanda. Sederet artis ternama terlibat dalam film yang disutradarai Eros Djarot tersebut. Sebut saja, Christine Hakim yang berperan sebagai Cut Nyak Dhien, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar, Pitradjaya Burnama sebagai Panglima Laot, dan Rudy Wowor sebagai Kapten Veltman. Pelibatan nama-nama itu membuat film Tjoet Njak Dhien berhasil menyabet delapan Piala Citra pada Festival Film Indonesia 1988 dan menjadi film Indonesia pertama yang diputar pada Festival Film Cannes 1989. Kegetiran, pengkhianatan, dan semangat juang Sepeninggal suaminya, Dhien mengambil alih kepemimpinan perang gerilya untuk membebaskan rakyat Tanah Rencong dari penjajahan khape atau kafir dalam bahasa Indonesia.
Dengan tenaga dan semangat yang tersisa, serta dibantu Panglima Laot, Dhien terus membuat Belanda kerepotan. Ia bersama rakyat beberapa kali melakukan penyerangan ke markas penjajah. Di sisi lain, pihak Belanda tidak menduga akan aksi nekat Dhien tersebut. Mereka mengira bahwa perang bakal selesai dengan mangkatnya Teuku Umar. Sayangnya, perjuangan melawan penjajahan ternyata bukan perkara mudah. Selama 31 tahun berperang, Cut Nyak Dhien menghadapi banyak kekalahan akibat pengkhianatan beberapa pendukungnya. Bukan hanya itu saja, ia juga mengalami rabun dan encok karena peperangan yang tak pernah berhenti. Panglima Laot yang iba akan kondisi kesehatan Dhien terpaksa mengambil jalan pintas secara sepihak. Ia bernegosiasi pada pihak Belanda untuk melakukan gencatan senjata. Sebab, ia berpikir Cut Nyak Dhien tak akan mungkin memenangkan peperangan. Hingga akhirnya, Belanda mengepung tempat persembunyian Dhien. Ia pun ditangkap dan diasingkan ke Sumedang, Jawa Barat, sampai akhir hayatnya. Meski begitu, penangkapan itu tidak mengartikan Dhien menyerah pada pemerintahan kolonial. Adegan pertempuran film Tjoet Njak Dhien terasa heroik. Namun, di satu sisi membuat perasaan jadi kalut. Ini dikarenakan ketidak seimbangan kekuatan antara Aceh dengan Belanda. Saat itu, pejuang Aceh masih berperang menggunakan senjata tradisional, seperti bambu runcing. Sementara, Belanda menggunakan senjata canggih macam senapan api dan meriam.
Film dan buku mengenai Cut Nyak Dhien ini dibedah Demi memberi kesempatan kepada generasi muda yang belum pernah menyaksikan sekaligus melestarikan arsip sejarah bangsa.
“Semoga dengan bedah film dan buku Tjoet Njak Dhien mahasiswa modul nusantara khusunya kelompok 4 bisa menjadi inspirasi, motivasi, dan menambah kekuatan serta semangat di tengah ujian menghadapi pandemi,” kata Juni.
Penayangan film Tjoet Nja’ Dhien diharapkan dapat membantu generasi muda dalam mengenal sejarah Indonesia. Dengan begitu, mereka bisa lebih menghargai negeri dan pahlawan yang berjasa dalam meraih kemerdekaan.
Reporter : JA | Photo : Juni Ahyar