MUHASABAH “Siapakah Kita di Hadapan Allah, Nabi, dan Orang Tua” - Media Literasi

MUHASABAH “Siapakah Kita di Hadapan Allah, Nabi, dan Orang Tua”

Photo : Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd

Disepuluh akhir Ramadhan kali ini mari kita menginstrospeksi diri supaya tercapai cita-cita seperti yang diinginkan yaitu laanlakum tattakun (semoga menjadi taqwa) Terjemah Al-Hikam karya Ustaz Bahreisy menambah penjelasan Syekh Atha’illah dengan mengutip hadist dan perkataan para ulama terdahulu.

Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang ingin mengetahui kedudukannya di sisi Allah, maka hendaknya memperhatikan bagaimana kedudukan Allah dalam hatinya. Maka sesungguhnya Allah menempatkan atau mendudukan hamba-Nya, sebagaimana hamba itu mendudukan Allah dalam jiwanya (hatinya).”

Alfudhail bin Iyaadha mengatakan, “Sesungguhnya seorang hamba dapat melakukan taat ibadah kepada Tuhan itu hanya menurut kedudukannya di sisi Tuhan, atas perasaan imannya terhadap Tuhan atau kedudukan Tuhan di dalam hatinya.
Wahb bin Munabbih mengatakan bahwa dirinya telah membaca dalam kitab-kitab terdahulu tentang firman Allah ini.

Allah berfirman, “Hai anak Adam, taatilah perintah-Ku dan jangan engkau beritahukan kepada-Ku apa kebutuhan yang baik bagi kamu. (Artinya, kamu jangan menggajari Allah tentang apa yang baik untuk kamu).”
“Sesungguhnya Aku telah mengetahui kepentingan hamba-Ku. Aku muliakan siapa yang patuh pada perintah-Ku. Aku tidak menghiraukan kepentingan hamba-Ku, sehingga hamba-Ku memperhatikan hak-Ku (yakni kewajiban terhadap Aku).”

Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang merendahkan diri di hadapan Allah SWT,. Maka Allah akan mengangkat derajatnya pada tempat tinggi. Dan barang siapa takabur kepada Allah SWT. Maka Allah Akan menghinakanya sampai ke tempat serendah rendahnya.

Siapakah kita dihapan Rasulullah SAW? Pertayaan ini tentunya bisa dijawab sendiri masing-masing karena rasulullah begitu mencintai dan rindu terhadap ummatnya apakah Anda mencintai rasul dengan bersalawat kepadanya sebanyak mungkin sepanjang sejarah seorang pemimpin revolusi dan sedalam itu cintanya kepada umatnya.

Beliau tidak memikirkan dirinya, keluarganya, orang-orang dekatnya saja, tetapi semua umatnya, termasuk kita yang hidup di akhir zaman ini, yang tidak pernah berjumpa dengannya, tetapi Alhamdulillah kita masih dikaruniai iman kepada Allah SWT dan kepada Rasulullah SAW.

Suatu hari, diriwayatkan, Rasul Saw sedang berkumpul dengan sejumlah sahabatnya. Beliau Saw berkata, “Aku sangat rindu kepada saudara-saudaraku.”

Abu Bakar ash-Shiddiq yang ada di sisinya berkata, “Ya Rasul, bukankah kami inilah saudara-saudaramu, kami selalu ada di sisimu.”

Rasul Saw berkata, “Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku.”

Sahabat lain berkata, “Ya Rasul, kami inilah saudara-saudaramu, kami rela mengorbankan apa pun demi mu.”

Rasul saw kembali berkata, “Bukan, kalian ini sahabat-sahabatku. Kalian adalah orang-orang yang berjumpa denganku dan beriman kepadaku, kalian adalah orang-orang yang beruntung. Adapun saudara-saudaraku adalah orang-orang yang tak pernah berjumpa denganku, tetapi mereka beriman kepadaku, mereka pun adalah orang-orang yang beruntung.”

Beliau saw sangat memikirkan masa depan kita ini, yang tak pernah berjumpa dengannya, diangkatnya sebagai saudaranya. Siapakah yang tak ingin menjadi saudara Rasul Saw? Tentu semua kita mengimpikannya. Sangat mengimpikannya. Allahuma amin.
ingin melihat Kasih sayang Rasulullah pada umatnya dapat terlihat ketika Nabi berada di Thaif. Kedatangan Nabi ke Tahif tak lepas dari kondisi Makkah yang semakin tidak aman bagi Nabi terlebih setelah Nabi ditinggal wafat Khadijah dan Abu Thalib.
Menurut Prof Quraish di antara alasan mengapa Nabi memilih pergi ke Thaif karena adalah terdapat suku Tsaqif yang memiliki hubungan tak harmonis atau bertentangan dengan suku Quraisy di Makkah.

Selain itu Nabi juga memiliki keterkaitan dengan orang Taif karena semasa kecil disusui Halimatus Sadiyah di kota itu.

Menurut Prof Quraish, Rasulullah harus menempuh perjalanan 140 kilometer dari Makkah ke Thaif berjalan kaki dengan segala halang rintang dalam perjalanan.
Sesampainya di Thaif, orang-orang di sana justru menolak keberadaan Nabi dan mengusirnya. Mereka bahkan melempari nabi yang kala itu didampingi Zaid bin Tsabit dengan batu. Karena peristiwa itu, malaikat pun menawarkan kepada Rasulullah bantuan. Malaikat penjaga gunung bersiap menimpakan gunung ke orang-orang Taif bila Rasulullah menghendakinya. Akan tetapi Rasulullah tidak menghendakinya dan justru mendoakan agar mereka dan anak keturunannya kelak mendapatkan hidayah Allah.

Siapakah kita dihadapan orang tua? Ibu kita sendiri, yang sudah melahirkan kita, tidak melihat gelar dan pangkat kita sehebat apapun kita kalua tidak berbakti kepada kedua orang tua maka termasuk orang yang zalim oleh karena itu ridha Allah di atas ridha kedua orang tua kita maka kita diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua terdapat dalam ajaran agama Islam atau sering disebut sebagai birrul walidain. Hal ini dianggap wajib dalam agama islam, bahkan nabi Muhammad SAW pernah bersabda jika berbakti kepada kedua orang tua merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dan sangat dicintai oleh Allah swt.

Hal serupa juga tertuang dalam Al Quran surah Luqman ayat 14:

وَوَصَّيْنَا ٱلْإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَٰلُهُۥ فِى عَامَيْنِ أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

Artinya : Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman:14)

Bagaimana Cara Berbakti Kepada Orang Tua?
Berbakti kepada kedua orang tua tidak hanya dilakukan ketika orang tua masih hidup. Namun juga ketika orang tua sudah berpulang ke hadapan Allah swt, kita masih harus tetap berbakti.
Berikut cara berbakti kepada orang tua yang masih hidup:
1. Bertutur kata yang lembut saat berbicara dengan orang tua.
2. Selalu mendoakan orang tua
3. Memprioritaskan orang tua
4. Membuat bangga orang tua
5. Memberi kehidupan yang layak
6. Merawat orang tua di usia senja
7. Menghormati pilihan orang tua
8. Melakukan apa yang diridhoi oleh orang tua
9. Rutin memberi kabar bagi yang sudah tidak tinggal bersama orang tua
10. Berbicara yang menyenangkan hati orang tua
Orang tua adalah orang yang harus dihormati dan disayangi oleh anaknya. Mereka merupakan ‘pahlawan’ bagi anak-anaknya. Saat berbicara dengan orang tua, tak hanya tutur kata yang perlu diperhatikan, tapi juga berikanlah kalimat-kalimat yang bisa menyenangkan hati mereka.

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ ٱلْكِبَرَ أَحَدُهُمَآ أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَآ أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: Al-Isra ayat 23-24).

Bagai orang tuanya yang sudah meninggal ziarahilah kuburnya dan perbanyaklah doa untuknya karena meraka sudah tidak bersama kita lagi maka doa dari anak-anaknyalah yang diharapkannya.

Waulahualam bisawab….

Penulis : Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd

Total
0
Shares
Related Posts