Informasi Kami

Alamat : Jln. Line Pipa, Desa Blang Adoe, Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Aceh

We Are Available 24/ 7. Call Now.

RELIGI – Secara Bahasa Ridha adalah mempercayai dengan sungguh-sungguh bahwa apa yang menimpa kita baik suka maupun duka adalah yang terbaik menurut Allah. Secara Etimologi merupakan isim masdar dari kata radhiyayardha yang memiliki arti puas, menerima dengan lapang dada atau pasrah terhadap sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah.

Sedangkan secara terminologi Ridha dapat dimaknai kerelaan atas segala sesuatu kejadian yang ditetapkan oleh Allah baik menyenangkan atau tidak menyenangkan.

sedangkan Qanaah berasal dari isim Fa’il qani’a -qanu’an – qina’ataan yang berarti ridha atau rela menerima atas hasil yang diupayakan meski hasilnya sedikit. Jika diartikan secara istilah, qanaah sendiri memiliki arti merasa cukup dan rela menerima dengan apa yang diberikan dan telah menjadi ketentuan Allah SWT.

Sebenarnya sangat banyak manfaat dan hikmah puasa Ramadan, ditinjau dari berbagai sisi kehidupan. Salah satunya adalah sisi mental spiritual.

Puasa mengajarkan kita sikap rela (ridha) dengan apa yang Allah tetapkan untuk kita. Kita belajar rela untuk menahan diri dari makan, minum serta hal-hal yang membatalkan puasa, di siang hari bulan Ramadan. Kita rela kiamullail menjalankan shalat tarawih, witir, dan tadarus. Kita rela bangun berpagi-pagi untuk menunaikan sahur di waktu yang tidak enak untuk makan.

Selanjutnya, kita juga belajar untuk qana’ah dalam menjalani kehidupan. Bahwa hidup ini tidak selalu sesuai dengan apa yang kita inginkan. Maka kita belajar untuk merasa cukup dan merasa puas dengan karunia Allah. Inilah makna qana’ah.
Ibnu Baththal menjelaskan makna qana’ah sebagai berikut :

“Ridha dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada keputusan-Nya yaitu segala yang dari Allah itulah yang terbaik.”

Meraih Berkah dengan Ridha dan Qana’ah. Ternyata sikap ridha dan qana’ah ini yang akan mendatangkan keberkahan dari Allah.

Nabi saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah Yang Maha Luas Karunia-nya lagi Maha Tinggi, akan menguji setiap hamba-Nya dengan rezeki yang telah Ia berikan kepadanya. Barangsiapa yang ridha dengan pembagian Allah Subahanahu wa Ta’ala, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rezeki tersebut untuknya. Dan barangsiapa yang tidak ridha (tidak puas), niscaya rezekinya tidak akan diberkahi” (HR. Ahmad, dinilai sahih oleh Syaikh Al-Albani).

Ternyata rezeki bukan saja karunia, namun sekaligus ujian dari Allah. Manusia akan diuji dengan rezeki yang dikaruniakan kepada mereka. Apabila mereka ridha dengan pemberian Allah, maka Allah akan memberkahi dan melapangkan rezeki tersebut dalam kehidupannya. Namun jika bersikap tidak puas dan tidak ridha, rezeki mereka tidak akan diberkahi.

Sikap ridha dan qana’ah atas pemberian Allah adalah syarat  diturunkannya berkah dalam kehidupan. Kita mengetahui, berkah adalah terus bertambah dan kekalnya kebaikan. Jika harta kita diberkahi Allah, maka akan bisa bertambah, mungkin secara jumlah, mungkin pula bertambah kemanfaatan kebaikan yang bisa diperoleh dari harta tersebut.

Orang yang hartanya berkah, kebaikannya akan selalu bertambah. Nilai kebaikan yang bisa didapatkan dari hartanya, selalu berkembang. Begitu juga sebaliknya, jika harta tidak berkah, tidak ada kebaikan yang bertambah dan berkembang dari hartanya. Tak jarang, justru mencelakakan pemiliknya.

Al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadir menjelaskan adanya sikap manusia yang tidak pernah puas dengan pemberian yang telah Allah karuniakan kepada mereka. Menurut beliau, “Penyakit ini banyak dijumpai pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka meremehkan rezeki yang telah dikaruniakan untuknya. Mereka merasa hartanya sedikit, buruk, serta terpana dengan rezeki orang lain dan menganggapnya lebih bagus dan banyak”.
“Oleh karena itu, ia akan senantiasa bekerja mati-matian untuk menambah hartanya, sampai umurnya habis, kekuatannya sirna dan ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya, menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan demi mendapatkan harta kekayaan”.

“Padahal, ia tidak akan memperoleh selain apa yang telah Allah Subahanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak mensyukuri yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai apa yang ia inginkan,” demikian penjelasan Imam Al-Munawi.
Kekayaan Setelah Taqwa dan ‘Iffah Islam tidak melarang umatnya mencari dan memiliki kekayaan. Bahkan boleh berdoa agar diberi kekayaan. Namun yang harus diutamakan adalah meminta petunjuk jalan yang lurus, meminta ketakwaan, dan meminta sifat ‘iffah yaitu menjaga diri dari meminta-minta.

Ibnu Mas’ud pernah meriwayatkan bahwa Nabi saw membaca doa yang berisi permintaan kekayaan.
“Nabi saw biasa membaca doa: Allahumma inni as-alukal huda wat tuqa wal ‘afafa wal ghina. Ya Allah, aku meminta pada-Mu petunjuk, ketakwaan, sifat ‘afaf dan kaya” (HR. Muslim no. 2721).

Jika seorang hamba mendapat petunjuk jalan yang lurus, kemudian ia bertakwa dengan sebenarnya, ditambah memiliki sifat ‘iffah, maka kekayaan akan memberikan makna kebaikan dan mendatangkan keberkahan dalam kehidupannya. Namun jika seorang hamba tidak menempuh jalan hidup yang benar, tidak memiliki ketakwaan, tidak memiliki sifat ‘iffah, maka kekayaan akan cenderung merusak hidupnya.

Puasa Melatih Selalu Ridha dan Qana’ah
Puasa Ramadan memberikan pelatihan mental spiritual yang luar biasa tangguh. Umat Islam dilatih memiliki sikap ridha dengan ketetapan Allah. Mereka sangat peduli dan menaati, kapan mulai puasa, dan kapan boleh berbuka. Saat masuk waktu puasa, semua berhenti makan dan minum. Saat diperbolehkan berbuka, baru menikmati makan dan minum.

Sengantuk apapun, tetap memaksakan diri untuk bangun dan makan sahur. Selapar apapun sedahaga apapun, tetap menahan diri dari makan dan minum di saat harus berpuasa. Selelah apapun, tetap menjalankan shalat tarawih. Ini semua adalah pelatihan mental spiritual untuk memiliki sikap ridha dan qana’ah.

Ridha menjalani perintah Allah. Merasa puas (qana’ah) dengan pemberian Allah di saat sahur dan berbuka. Setiap hari selama sebulan, kita dilatih ridha dengan semua yang Allah perintahkan. Kita dilatih qana’ah, walau sahur hanya memiliki air putih atau sebiji kurma. Ini pelatihan yang sangat efektif, karena dilakukan secara mandiri dan disertai kesadaran diri.
Bukan pelatihan dengan sistem paksaan dan keterpaksaan. Maka kesadaran diri untuk menjalani dan menikmati aktivitas Ramadan, akan memberikan kekuatan sifat ridha dan qana’ah. Dengan dua sifat inilah keberkahan hidup akan dicurahkan oleh Allah Ta’ala. Hidup kita menjadi penuh berkah.

Harta dan kekayaan kita menjadi berkah. Banyak memberi kemanfaatan kebaikan kepada diri, keluarga dan masyarakat sekitar. Disebabkan kemampuan untuk selalu ridha dan qana’ah dengan pemberianNya.

Setidaknya ada 5 Manfaat Spritual dari Berpuasa
bulan Ramadan yang istimewa bagi umat Muslim sebulan penuh berpuasa
menahan hawa nafsu.

Berbagai pakar telah mengatakan manfaat puasa bagi kesehatan fisik terutama pada diabetesi dan pemilik sakit maag. Namun, sebagian besar umat Muslim juga merasakan kehidupan spritual mereka lebih baik.
Berikut beberapa manfaat puasa ditilik dari sisi spritual seperti dikutip laman Muslimah Healthy, Jumat (17/6/2016).

1. Makin bertakwa kepada Allah
Selama Ramadan, kita lebih menyadari kehadiran Allah dalam kehidupan kita dibandingkan bulan-bulan lain. Selama sebulan penuh umat Muslim diminta tak hanya menahan lapar dan haus tapi juga jauh dari dosa (ittaqullah). Dengan berpuasa, membantu umat Muslim menjalankan ibadah dengan fokus.

2. Memperkuat hubungan dengan Allah.
Selama bulan Ramadan umat muslim diminta untuk memperbanyak ibadah (hablumminallah) karena ganjarannya akan dilipatgandakan hingga 70 kali atau lebih. Sehingga pada saat Ramadan kaum muslimin dan muslimah bersemangat untuk mendapatkan hal tersebut dengan banyak beribadah. Mulai dari salat Tahajud, dzikir, taraweh, dan itikaf. Semua hal ini memperkuat hubungan manusia dengan Allah.

3. Menahan hawa nafsu
Tak hanya menahan nafsu makan dan minum saat puasa umat Muslim pun diminta untuk menahan amarah, fitnah, dan kata-kata kasar.

4. Melatih kesabaran.
Ramadan juga dikenal sebagai bulan kesabaran karena pada selama 30 hari berlatih menahan hawa nafsu. Mulai dari sabar menahan lapar, haus, dan emosi negatif. Dalam Islam kesabaran merupakan aspek paling penting. Setelah seseorang berhasil belajar sabar, maka ia akan lebih tenang menjalani kehidupan.

5. Membangun karakter danu perilaku yang lebih baik.
Selama Ramadan kita mengurangi perilaku dan kebiasaan buruk, diganti dengan kebiasaan baik. Hal ini mampu membangun karakter dan perilaku yang lebih baik.

Penulis : Juni Ahyar, S.Pd., M.Pd

 


editor

Medialiterasi.id Portal Media Informasi, Edukasi dan Peradaban Dunia. Melihat Fakta dengan Cara Berbeda Aktual dan Terdepan dalam Menyajikan Beragam Peristiwa di Seluruh Pelosok Nusantara.