Menjelang Ramadhan 1443 Hijriah. Masyarakat Aceh pada umumnya melakukan tradisi Meugang, sudah tentu harga daging pun mengalami lonjakan harga berbeda – beda disetiap tempat masing – masing tidak terkecuali di Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara (01/04/2022)
Berdasarkan hasil pemantauan dari beberapa pasar dadakan di seputaran Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara harga daging sapi berkisar dari 160 ribu rupiah hingga 180 ribu rupiah perkilogram, sedangkan untuk harga daging Ayam berkisar 55 ribu hingga 60 ribu per ekor, sedang untuk daging rusa liar hasil tangkapan warga setempat dijual 160 ribu perkilogram.
Sedikit berbeda dengan Meugang tahun yang lalu, harga daging berkisar 150 ribu rupiah hingga 170.000 perkilogram, sedangkan daging Ayam tidak mengalami lonjakan.
Meugang atau sering juga disebut Makmeugang dilakukan dua hari atau satu hari sebelum masuk waktu berpuasa. Meugang yang dilakukan tiga atau dua hari lebih awal dari meugang umumnya disebut dengan istilah ‘Meugang Cek’ atau Meugang Kecil. Biasanya tradisi Meugang cek ini dilakukan oleh sebagian orang saja yang memiliki tingkatan ekonomi yang mempuni, karena biasanya orang tersebut juga akan membeli daging tambahan disaat Meugang dilakukan oleh masyarakat umum, tepatnya di saat 1 hari sebelum tiba waktu berpuasa.
Meugang di identikkan dengan makan daging, dalam hal ini umumnya masyarakat Aceh menyembelih Sapi dan Kerbau di sebagian daerah.
Rasanya hambar jika tidak ada Daging disaat Meugang tiba, lalu apakah kita pernah merenung sejenak dengan kondisi perekonomian saudara kita yang Fakir Miskin, Anak Yatim Piatu dihantam dengan pandemi yang begitu memporak porandakan tatanan perekonomian.
Bukan hanya perihal ikwal ekonomi saja yang hacur lebur, namun bagaimana dengan hati saudara kita yang kurang mampu mampu disegi perekonomian, dapat dipastikan hancur berkeping – keping disaat tetangga bersama keluarga dan anak – anaknya menikmati suasana Meugang dengan bersantap ria.
Melirik kembali sejarah Meugang di Aceh, Sejarawan sekaligus ulama Ali Hasjimy dalam tukar pikirnya menyebutkan, tradisi Meugang sudah dimulai ketika Aceh masih Berdaulat dengan nama Kerajaan Aceh Darussalam.
Tradisi Meugang dulunya dilaksanakan oleh kerajaan di istana yang dihadiri oleh para sultan, Mentri, para pembesar kerajaan lainnya, sekaligus para ulama.
Menurut sejarah, ketika Meugang hendak tiba, Sang Raja memerintahkan kepada Balai Fakir dan Dhuafa untuk membagikan Daging, Pakaian, dan Beras kepada rakyat yang membutuhkan dan semua biayanya ditanggung oleh kerajaan Aceh, yang dianggarkan melalui badan Bendahara Silaturrahiim.
Tidak ada yang salah dengan Tradisi Meugang hari ini, justru menambah nilai positif ketimbang negatifnya apabila serangkaian kegiatan Meugang mampu meningkatkan rasa solidaritas kita, selain mempererat kembali ikatan silaturahmi sesama keluarga dan sekaligus menjadi ladang tempat beramal dengan membagikan daging kepada anak Yatim, Piatu dan Fakir Miskin.
Namun akan sangat miris jika momentum Meugang disalah gunakan oleh oknum tertentu sebagai ajang pemerasan sistematis yang justru diharamkan dalam agama.
Dapat disimpulkan esensi Meugang merupakan hal yang mulia jika menjadi manusia yang peka terhadap sesama, sehingga melahirkan nilai religi dan wasilah (perantara) terhadap sesama.
Penulis : Endang | Photo : Meugang di Kuta Makmur